Jumat, 24 Maret 2017

Psikologi Pendidikan : Motivasi



Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama. 

Perspektif tentang Motivasi
            Perspektif Psilologis menjelaskan motivasi dengan cara berbeda berdasarkan perspekatif yang berbeda, yaitu perspektif behavioural, humanistis, kognitif dan sosial.

Perspektif Behavioral. Perspektif ini menekankan imbalan dan hukuman eksternal berdasarkan kunci dalam menentukan motivasi murid. Insentif  adalah peristiwa stimuli positif atau negatif yang dapat memotivasi perilaku murid. Penggunaan insentif dinilai dapat menambah minat atau kesenangan murid pada pelajaran, dan mengarahkan perilaku yang tepat (Emmer dkk, 2000). Bentuk insentif yang dapat dipakai oleh guru didalam kelas adalah nilai yang baik, tanda bintang, ataupun pujian. Insentif lainnya antara lain memberi penghargaan atau pengakuan pada murid. Misalnya, memamerkan karya mereka, memberi sertifikat prestasi, memberi kehormatan, atau mengumkan prestasi mereka. bisa juga dengan memberikan izin kepada murid untuk melakukan seusatu yang spesial, seperti aktivitas yang mereka inginkan, sebagai ganjaran atas hasil mereka yang baik.

Perspektif Humanistis. Perspektif Humanistis menekankan pada kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib mereka. Perspektif ini berkaitan dengan pandangan Abraham Maslow yaitu hierarki kebutuhan.
Hierarki kebutuhan :
Konsep bahwa kebutuhan individual harus terpenuhi dengan urutan sebagai berikut : fisiologis, kemanan, raasa cinta dan rasa memiliki, harga diri,  dan aktualisasi diri.
Menurut Maslow aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang tertinggi dan tersulit. Sebab aktualisasi diri merupakan motivasi untuk  mengembangkan potensi diri secara penuh sebagai manusia.      
                                           
            Hierarki Kebutuhan
·         Fisiologis : lapar, haus, tidur.
·         Keamanan (Safety) : bertahan hidup, seperti perlindungan diri
·         Cinta dan rasa memiliki : kemanan (security), kasih sayang dan perhatian dari orang lain
·         Harga diri : menghargai diri sendiri
·         Aktualisasi diri : realisasi potensi diri.
Teori Maslow ini menimbulkan diskusi tentang urutan motivasi dalam kehidupan murid dan guru. Namun, tidak semua orang setuju dengan pandangan ini. Misalnya, bagi beberapa murid kebutuhan kognitif mungkin lebih fundamental ketimbang kebutuhan harga diri. Murid lain mungkin memenuhi kebutuhan kognitif mereka walaupun mereka belum merasaan cinta dan rasa memiliki. 

Persepektif Kognitif. Menurut perspektif kognitif, pemikiran murid akan memandu motivasi mereka. Minat ini berfokus kepada ide-ide seperti motivasi internal murid untuk mencapai sesuatu, persepsi tentang sebab-sebab kesuksesan dan kegagalan, dan keyakinan mereka bahwa mereka dapat memgontrol lingkungan mereka secara efektif.
Perspektif ini juga menekankan arti penting dari penentuan tujuan, perencanaan, dan monitoring kemajuan menuju suatu tujuan (Schunk & Ertmer, 2000; Zimmerman & Schunk, 2001). Perspektif Kognitif tentang motivasi sesuai dengan gagasan R. W. White (1959) mengusulkan konsep motivasi kompetensi, yakni ide bahwa orang termotivasi untuk menghadapi lingkungan mereka secara efektif, menguasai dunia mereka, dan memproses informasi secara efisien.

Perspektif Sosial. Kebutuhan afiliasi atau keterhubungan adalah motif untuk berhubungan dengan orang lain secara aman. Ini membutuhkan pembetukan, pemeliharaan dan pemulihan hubungan personal yang sangat hangat dan akrab. Kebutuhan afiliasi murid tercermin dalam motivasi mereka untuk menghabiskan waktu dengan teman, kawan dekat, ketertarikan mereka dengan orangtua, dan keinginan untuk menjalin hubungan positif dengan guru. Murid sekolah yang punya hubungan positif dengan penuh perhatian dan suportif biasanya memiliki sikap akademik yang positif dan lebih senang bersekolah (Baker, 1999; Sipek, 2000). Dalam satu studi terlihat bahwa nilai matematika meningkat di kalangan murid sekolah menengah apabila mereka punya guru yang mereka anggap sangat suportif (Eccles, 1993).







Subscribe to Our Blog Updates!




Share this article!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML